MEMETIK NILAI KARAKTER DARI KARNAVAL


Oleh: Slamet Widodo 
(Guru Matematika MTs Negeri 3 Bojonegoro)

Kemeriahan berbagai macam lomba dalam rangka HUT ke 74 Republik Indonesia, baru saja usai. 

Rangkaian lomba yang diadakan panitia peringatan hari kemerdekaan Indonesia tingkat kecamatan Kepohbaru, ditutup dengan lomba karnaval. 

Sebenarnya masih ada satu kegiatan yang tak kalah meriahnya. Parade Drumband dan Kemah pramuka. Kegiatan kemah ini digelar di akhir bulan Agustus, setiap tahun.

Namun, karnaval inilah yang seolah menjadi “puncak” kegiatan Agustusan. Sebab, kegiatan ini melibatkan banyak pihak. Pesertanya mulai dari instansi hingga lapisan masyarakat paling bawah. 

Masyarakat pun bisa menikmati tontonan gratis yang digelar setahun sekali ini. Semuanya tumpah ruah di pusat kecamatan. Mereka “berpesta”. Menikmati dan menyaksikan berbagai macam arak-arakan peserta dengan berbagai macam dandanannya. 

Karnaval tahun ini digelar selama tiga hari berturut-turut. Dimulai pada tanggal 22-24 Agustus 2019. 

Mulai dari tingkat TK/RA, SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA dan umum. 

Di hari pertama, tanggal 22 Agustus 2019 karnaval tingkat SD/MI. Disusul tingkat TK/RA di hari kedua. Dan tingkat SMPMTs, SMA/MA dan umum sebagai penutup. 

Setidaknya ada banyak pendidikan karakter yang bisa diambil dari karnaval ini. 

Kala itu, Kamis, 22 Agustus 2019. Saya menjemput anak pertama kami, Saniyyatuz Zuhro, 12 tahun. Usai dirias di rumah tukang rias. Ia berangkat sejak pagi bersama ibunya. 

Giliran saya, mengantarkannya dengan motor vario merah ke tempat pemberangkatan karnaval tingkat SD/MI. 

Entahlah, dia macak model apa, saya tak paham. Pakaiannya bak pengantin. Ada sayapnya. Tapi ndak bisa terbang. 

Nah, di perjalanan menuju start inilah terjadi dialog di antara kami. Saat itu sekira pukul 12.30. Waktu Zuhur telah usai. 

Saya lontarkan pertanyaan kepada Zahro.

“Sudah salat Zhuhur, nak?”

“Ya, belum to Yah... Kan sedang dirias. Bagaimana cara salatnya, coba?”

“Nak, jangan sampai gara-gara riasan seperti ini, kamu jadikan alasan untuk meninggalkan salat. Lalu bagaimana nanti tanggung jawab Ayah di hadapan Allah di akhirat kelak. Sebab anaknya sengaja meninggalkan salat?”

“Saya tahu itu, Yah. Saya tidak akan sengaja meninggalkan salat. Ya, nanti saya jamak dengan salat Ashar, Yah.” begitu katanya.

Mendengar jawaban anak pertama saya ini, saya terasa lega. Ia tahu kewajibannya. Terutama tentang salat. Lebih-lebih ia sudah baligh. 

Sengaja saya tidak memberinya argumen lain. Bahwa dalam menjamak salat harus memenuhi persyaratan. Salah satunya perjalanan jauh. 

Entah, rias manten, karnaval atau lainnya dibolehkan menjamak salat atau tidak. Saya belum paham soal itu. Harus ditanyakan dulu kepada orang yang lebih tahu. 

Semalam, saya mencoba bertanya melalui WhatsApp kepada dua orang yang saya anggap paham soal ini. Orang pertama seorang Kiai, alumni pondok, tentunya. Orang kedua, seorang guru agama. Juga alumni pondok. 

Orang pertama berpendapat. Disempatkan tetap salat. Sebelum rias harus wudhu terlebih dahulu dan dijaga jangan sampai wudhunya batal. Apabila datang waktu salat, segera tunaikan salat. Sebab, jika mengqada salat, belum memenuhi syarat. 

Orang kedua memiliki pendapat yang berbeda dengan orang pertama. Menurutnya riasan seperti itu dihukumi darurat. Jadi diperbolehkan mengqada salat. Tapi tidak boleh dijadikan kebiasaan. 

Ia mengutip pendapat Imam Ibnu Mundzir dalam kitab Raudhoh, yang membolehkan menjamak salat lilhajat (karena hajat) tapi tdak boleh dibiasakan. 

Ia menambahkan barangkali bisa jadi solusi daripada tarikus solati (meninggalkan salat). Jadi kalau berhias pagi, ambil jamak ta'khir (Asar).

Pada kondisi-kondisi tertentu, kita dibuat sulit oleh keadaan. Pas dirias saat manten, karnaval, dll.  Sehingga ada pendapat seperti di atas, katanya. 

Nah, dari sini kita jadi paham. Sebagai orang tua dan guru, hal itu wajib disampaikan kepada anak dan siswa. Agar mereka tidak dengan mudah meninggalkan salat. Sebab, salat menjadi kewajiban pokok bagi muslim agar agamanya tetap tegak. 

Simorejo, 26 Agustus 2019

Comments