BERTEMU PENULIS IDOLA (1)


(Belajar Menepati Janji meski Apa pun yang Terjadi)

Oleh: Slamet Widodo, S.Pd.*)

Sekitar seminggu sebelumnya. Melalui WhatsApp, saya mengutarakan niat saya kepada Pak Ajun Pujang Anom untuk bisa ketemu. Saya ingin sekali bertemu dan konsultasi tentang banyak hal kepada beliau. Terutama dalam bidang menulis.

Saya juga ingin nge-charge (baca ngeces) semangat menulis saya yang sudah mulai mendrip-mendrip (redup). Kayak dilah ublik (lentera) yang mulai kehabisan minyak tanah (Jawa: Lengo Gas).

Minggu, 18 Agustus 2019 menjadi hari yang saya pilih. Sebab, hari itu saya tak banyak kegiatan. Sekolah juga libur. Beruntung, beliau pun memenuhi keinginan saya itu. Bagi saya, ketemu Pak Ajun adalah momen yang sangat berharga. Sebab, setiap kali saya bertemu, beliau pasti memotivasi saya. Sharing pengalaman beliau yang segudang.

Sekedar informasi. Pak Ajun adalah salah satu penulis produktif di Bojonegoro. Menurut saya, beliau penulis yang multi talent. Sebab, beliau bisa menguasai berbagai genre tulisan. Easay, macam-macam puisi, seni rupa dan banyak lagi. Tulisannya kebanyakan satire. Saya baca-baca artikel di internet, menulis satire itu dibutuhkan kecerdasan lebih. Nah, kan dari sini sudah terlihat, Pak Ajun itu orangnya cerdas.

Pak Ajun, saat ini mengajar di SDN Pandan II, Ngraho. Rumah aslinya Bojonegoro. Belakang Masjid Agung Bojonegoro.

Melihat cara bicaranya yang tas-tes. Pasti banyak ilmu dan pengalaman yang dimiliki. Dan benar. Soal pengalaman organisasi, banyak sekali yang beliau ikuti. Informasi yang saya dapatkan langsung dari sumbernya (dijamin valid). Pak Ajun aktif di organisasi Intra dan ekstra Kampus. Dan kini juga aktif di organisasi profesi. Dan masih banyak lagi yang disampaikan kepada saya. Tapi saya lupa. Sebab saking banyaknya. Tidak saya catat.

Kembali ke pembahasan awal. Sabtu pagi, 17 Agustus 2019, saya umumkan di grup Keluarga KBM Bojonegoro. Bahwa Ahad pagi saya akan ke Bojonegoro. Untuk kopdar dengan Pak Ajun. Siapa yang mau ikut, saya persilahkan.

Gayung pun bersambut. Ada dua orang yang menyatakan siap berangkat menyertai saya. Mereka adalah Mas Roni Hardiawan (Kepohbaru) dan Mas Aan Haris (Tuban). Keluarga lainnya, sebenarnya mau ikutan, hanya saja bentrok dengan agenda masing-masing. Saya katakan kepada mereka berdua, kita bertemu Pak Ajun di Alun-alun Bojonegoro. Sekira pukul 08.30.

Perjalanan dari tempat saya (Kepohbaru) jika lancar sekira satu jam. Artinya, saya harus berangkat pukul 07.30 dari rumah.

Ternyata, manusia hanya bisa berencana. Allah-lah yang Maha Mengatur segalanya. Pagi sekira pukul 07.30, ketika saya mau berangkat ke Bojonegoro. Azim, anak kedua saya sedang merajuk. Sebab ia sedang sakit batuk-pilek. Sebelumnya suhu badannya panas. Namun sudah dingin. Tak mau ditinggal ibunya barang semenit pun. Akibatnya ibunya mau nyuci pakaian dan mandi, juga tidak bisa. Beruntung, saya berhasil merayunya untuk saya ajak dolanan. Agar ibunya bisa mengerjakan pekerjaan rumah. Kakaknya, Zahro, pukul 06.30, saya antar ke sekolahan. Untuk mengikuti latihan terakhir gerak jalan.

Akhirnya rencana keberangkatan saya tertunda. Pukul 08.30 saya baru bisa berangkat dari rumah. Sebenarnya, saya bisa saja membatalkan agenda kopdar ini. Cukup memberikan kabar melalui WA kepada Pak Ajun dan keluarga KBM Bojonegoro. Alasannya sudah cukup kuat. Dan real. Tidak mengada-ada. Anak saya benar-benar sakit.

_Namun, saya harus belajar menepati janji. Janji itu berat. Harus ditepati. Apa pun kondisinya saya harus berangkat. Meski hati saya merasa berat meninggalkan anak dan istri di rumah._

Pagi, sebelum berangkat. Saya mengirim pesan WA kepada Mas Roni. Saya Tanya berangkat jam berapa. Bagaimana dan lewat mana. Tak ada respons. Centang satu. Abu-abu. Saya coba telepon juga ndak bisa. Saya yakin HP-nya sedang off. Akhirnya saya berangkat ditemani Vario merah kesayangan.

Pelan tapi pasti. Dalam perjalanan, saya menembus debu tebal jalan Nglinggo - Pohwates yang sedang diperbaiki. Pukul 09.30, persis satu jam perjalanan akhirnya saya tiba di Alun-alun Bojonegoro. Setelah mendapatkan tempat yang nyaman, di depan TK Kartika, saya memarkir motor dan duduk di tepi jalan Alun-alun. Lalu saya memberi kabar dan keberadaan saya kepada Pak Ajun dan Mas Aan.

Hanya menunggu sepuluh menit, Pak Ajun sampai juga di tempat saya. Beliau datang dengan sepeda gunung kesayangan. Tak berselang lama, disusul Mas Aan yang sudah lebih dulu sampai di Alun-alun dan mencari-cari keberadaan saya.

Ini adalah pertemuan pertama saya dengan Mas Aan. Setelah sekian lama bertemu di rumah KBM Bojonegoro. Kami bertiga duduk di kursi taman Alun-alun. Ngobrol ngalor ngidul tentang literasi.

Di awal pertemuan, saya cerita kepada Pak Ajun tantang hal-hal yang saya alami sebelum berangkat ke lokasi.

Pak Ajun bilang, “kenapa nggak dibatalkan saja? Lah wong rumah saya dekat sini, kok.”

“Ndak, saya ndak enak, Pak. Saya sudah membuat janji. Kok malah saya yang membatalkan.”

Obrolan kami berlangsung gayeng. Saya masih menunggu kedatangan Mas Roni. Ternyata sudah hampir satu jam tidak ada kabar sama sekali. Saya lihat Whatsapp masih centang satu.

Akhirnya, kopdar kali ini hanya kami bertiga.

Saat saya menulis artikel ini, Mas Roni mengirimkan pesan WA kepada saya. Katanya ia ketiduran. Hpnya mati. Sebab semalam dibuat YouTube-an sampai baterainya habis.

Nah, itulah takdir. Manusia hanya berencana, Allah-lah yang Maha menentukan.

Bersambung

Simorejo, 18-08-2019; 9:42 PM.

*) Penulis adalah Guru Matematika MTs Negeri 3 Bojonegoro

Comments