JANGAN MENUNDA WAKTU BELAJAR



Oleh: Slamet Widodo, S.Pd.
(Guru Matematika MTs Negeri 3 Bojonegoro)

Pernah suatu ketika, saya menemani belajar anak pertama saya, Saniyyatuz Zuhro. Saat ini ia duduk di kelas 6 MI Islamiyah Kepoh. Waktu itu ia baru beberapa hari masuk tahun ajaran baru.

Malam itu, ia meminta saya untuk menyimak hafalan surat-surat pendeknya. Selain itu, ia juga mengerjakan tugas Bahasa Arab yang diberikan oleh gurunya.

Mungkin ia lelah. Sebab belum bisa beradaptasi dengan lingkungan baru. Di sela-sela belajar, ia curhat kepada saya. Katanya, ia mendapat tugas dari gurunya cukup banyak. Mulai hafalan surat-surat pendek dan juga pelajaran lainnya. Dan itu sangat melelahkan, katanya.

Hal yang membuatnya merasa terbebani, ada beberapa di antara temannya sudah setor hafalan di hadapan gurunya. Sementara ia belum setor, sebab masih ada ayat-ayat yang belum ia hafal. Ia memutuskan menunda setoran hafalannya.

Sambil menceritakan keluhannya itu, tiba-tiba air matanya meleleh. Seolah ia hampir putus asa. Tak sanggup untuk menghafal dan menyelesaikan tugas-tugasnya.

Sebagai orang tua, tentu saya bisa memahami gejolak di batinnya. Ketika menghadapi anak dengan kondisi seperti ini, saya harus memberinya motivasi. Agar ia tetap semangat dalam belajar. Selain itu bisa menjalani aktivitas belajar tanpa ada rasa mengeluh.

Saya katakan kepadanya dengan nada pelan. “Dulu, sewaktu ayah dan ibu saat masih sekolah, juga mengalami hal yang sama. Ayah diminta guru Quran Hadits untuk menghafal beberapa ayat-ayat Quran dan hadits. Sesuai dengan materi yang diajarkan. Tiap malam ayah mengafalkan. Di masjid saat ngaji juga membawa buku untuk menghafal.”

“Ayah baru tahu maksud dari perintah guru itu, setelah ayah mengikuti ulangan harian, ujian semester dan lain-lain. Ternyata, ayat Qur’an dan Hadits yang ayah hafal, semua keluar dalam soal ujian. Dan ayah bisa mengerjakan soal dengan mudah. Bukan hanya itu, hafalan-hafalan itu masih tersimpan dalam fikiran ayah sampai saat ini.”

“Demikian dengan ibumu. Dulu pernah dipukul kakinya menggunakan kayu oleh gurunya. Sebab belum hafal kosa kata bahasa Inggris. Ibu tidak mempermasalahkan. Tidak menyalahkan guru. Justru makin giat menghafal. Ternyata, berkat pukulan guru itu. Ibu bisa menjadi juara pertama lomba pidato Bahasa Inggris saat masih sekolah.”

“Ingat, nak. Apapun yang diperintahkan guru memiliki tujuan baik. Tak lain tujuannya adalah untuk kebaikan murid-muridnya.”

Setelah mendengar nasihat saya, ia berangsur-angsur tenang. Dan mengusap air matanya dengan tisu.

Baru saja, selepas maghrib tadi, sembari ngobrol santai di ruang tamu. Saya memintanya untuk membaca tulisan ini, yang masih setengah jadi. Ia tersenyum. Kemudian curhat lagi tentang setoran hafalan kepada gurunya.

Untuk mebambah semangatnya, ia saya tunjukkan sebuah gambar yang bertuliskan pesan dari Imam Syafii. Saya minta ia membacanya.

Ini pesannya:
“Jika kamu tidak sanggup menahan lelahnya belajar, maka kamu harus sanggup menahan perihnya kebodohan.”

Setelah membaca itu, ia bercerita, ternyata ia telah lebih dulu mengetahuinya. Ia sudah mendapat nasehat itu dari Pak Mardi, guru bahasa Arab dan juga kepala Madrasahnya. Saat belajar di kelasnya.

Bahkan ia hafal teks arabnya. Tadi sempat dibacakan di depan saya. Tapi saya lupa teks arabnya. Hehehe...

Setelah itu, saya mengajaknya ngobrol. “Jadi, tidak usah mengeluh saat sekolah dan belajar. Memang, saat ini terasa melelahkan. Namun, suatu saat nanti kamu akan memetik buah dari usahamu saat ini.”

“Jangan menunda waktu. Saat inilah waktumu untuk belajar dan menempa diri. Jika kamu lalai, waktumu akan terbuang sia-sia. Ingat, waktu dan kesempatan tak akan terulang untuk kedua kalinya.”

Semoga saja kamu dan keturunanmu kelak menjadi anak yang sholeh dan sholihah, Nak....
Aamiin...

Kepoh- Simorejo, 20 Agustus 2019 ; 20.50

Comments