Kehidupan ini Laksana Permainan Bola

Oleh: Slamet Widodo
(Guru MTs Negeri 3 Bojonegoro di Kepohbaru)

Ramadhan sudah bergeser sampai pada sepuluh hari ketiga. Saat naskah ini mulai ditulis, pada malam ke-22. Tepat tengah malam.

Tema ini muncul, setelah penulis dapatkan dari menimba ilmu kepada sang Guru.

Dalam pertemuan yang singkat itu, Sang Guru menuturkan:

“Kehidupan ini laksana permainan bola. Pada saat permainan bola berlangsung di lapangan. Maka kedua kesebelasan (tim) akan menjadi lawan. Saling menjegal. Mencari celah kekurangan. Kemudian saling mengalahkan bahkan menghinakan.

Di saat kemudian. Salah satu pemain lawan akan menjadi teman dalam satu tim. Melawan mantan timnya sendiri, bersama kita.

Seiring berjalannya waktu. Sang pemain yang dulunya pernah menjadi kawan atau lawan kita. Suatu saat akan menjadi pelatih (guru).

Dan juga tidak mustahil. Sang kawan dan lawan, bahkan kita sendiri pun, pada masanya akan duduk di bangku penonton.

Ada pula, yang bertugas menjadi wasit. Mengatur jalannya pertandingan.”

Sebuah pesan yang sederhana. Namun jika dikaji secara mendalam, pesan itu sarat makna.

Dalam perjalan hidup ini, banyak sekali kawan-kawan kita. Bersamaan dengan itu, tak sedikit pula yang menjadi lawan.

Lawan, mereka akan menyusun berbagai strategi (siasat/politik) untuk menyerang kita. Dengan berbagai cara. Tujuannya satu. Mengalahkan kita.

Mereka akan mencari celah kekurangan dan sekecil apapun dari pertahanan yang kita susun. Ketika kita lengah, mereka akan menjebol gawang kita. Tanpa ampun. Bahkan, sebisa mungkin, mereka akan membuat kita semakin tersungkur dan terhina. Seiring dengan itu, mereka akan bahagia merayakan kemenangan. Membiarkan kita meratapi nasib. Tanpa ampun.

Di saat kemudian, salah satu pemain akan menjadi teman satu tim dengan kita. Membantu perjuangan kita. Menyerang mantan timnya. Mempertahankan tim barunya bersama kita. Dengan tulus.

Orang yang dulu menjadi lawan bahkan kawan satu tim. Mereka sebenarnya adalah guru dan pelatih kita. Sebab, dari mereka kita bisa belajar banyak hal. Belajar dari teman satu tim. Dan juga belajar dari lawan (hatter). Sebab, lawan adalah guru yang sesungguhnya bagi kita. Mereka akan mengatakan dengan jujur, semua kekurangan dan kesalahan yang ada pada diri kita. Lawan adalah “sahabat” terbaik kita.

Terakhir, ini yang harus kita ingat dan catat. Tidak selamanya kita menjadi pemain. Suatu saat, dan itu pasti, kita akan duduk di bangku penonton. Melihat jalannya pertandingan dari tim kawan maupun lawan. Apapun kedudukan kita saat ini dan sepandai  apapun kita, sudah tidak bisa berbuat banyak. Hanya bisa berteriak, bersorak dan berkomentar dari jauh. Semua itu tidak akan berpengaruh bagi jalannya pertandingan. []

Simorejo & Kepohbaru, 07 Juni 2018

Comments

  1. Hebat,
    Dalam,
    Menginspirasi
    Tak hanya sekali baca tuk mencernanya

    Salam menggapai Lailatul qodar...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Terimakasih banyak atas apresiasinya, Bapak. Mari saling memotivasi dan menginspirasi. Salam dari Kepohbaru Bojonegoro Jawa Timur

      Delete

Post a Comment