Doa

Oleh: Slamet Widodo
(Guru Matematika MTs Negeri 3 Bojonegoro)

Semalam, selepas berbuka puasa. Sembari menunggu waktu salat Isya’ tiba. Saya membuka dan membaca puluhan pesan masuk di WhatsApp (WA) saya. Kebanyakan pesan yang masuk dari beberapa WA grup (WAG) yang saya ikuti. Terutama WAG alumni Madrasah Aliyah Bahrul Ulum (MABU) Kepohabaru anggkatan 1999. Cukup rame. Membahas persiapan reuni yang rencananya akan diadakan 17 Juni 2018 mendatang. Saya sempatkan berkomentar untuk membalas pesan yang memang membutuhkan jawaban.

Kemudian, halaman WA saya coba geser ke kanan. Di sana ada pemberitahuan status baru dari kontak yang tersimpan di dalam kontak HP.

Setelah saya buka status satu persatu. Saya baca. Ternyata ada sebuah status yang menarik perhatian saya. Status itu ditulis oleh kawan saya. Namanya Mahrus Ali. Dia kawan baik saya. Satu angkatan saat sekolah di MTs Bahrul Ulum Kepohbaru, alumni 1996. Dan MA Bahrul Ulum Kepohbaru, lulus tahun 1999.

Isi pesannya seperti ini:

“Ya Tuhan...
Bila sujudku pada-Mu karena takut neraka.
Bakar aku dengan apinya.
Bila sujudku pada-Mu karena damba surga.
Tutup untukku pintu surga itu.
Namun bila sujudku demi Kau semata.
Jangan palingkan wajah-Mu
Aku rindu menatap keindahan-Mu
Aku rindu menatap keindahan-Mu.

#Syair Para Sufi#”

Setelah membaca status itu, langsung saya kirim komentar kepada Mahrus. “Subhanallah...  Benar-benar ikhlas, Mahrus.”

“Ya seperti ini, ocehanku. Baru ingat kepada Yang Menciptakan Kehidupan (Allah),” balasnya.

Saya belum tahu, yang ditulis Mahrus itu Syair indah karya siapa. Di akhir kalimat cukup ditulis “Syair Para Sufi.”

Syair itu saya baca berulang-ulang. Kemudian saya cermati. Dan saya renungkan. Tanpa terasa, air mata saya meleleh. Menangis sesenggukan sendiri di ruang tamu.

Aku menyadari bahwa, ibadah yang saya lakukan selama ini semata-semata hanya takut neraka. Dan ingin masuk ke syurgaNya Allah Swt. Selain itu, saya masih sering mengeluh atas ujian berupa sakit, kesulitan, kesedihan atau kekurangan yang terjadi pada diri saya. Saya juga sering protes kepada Allah. Meminta rizki lebih. Dan merasa kurang dengan rizki yang telah saya dapatkan.

Syurga dan neraka adalah mutlak hak Allah yang menentukan. Meski sebejat apapun akhlak manusia di dunia ini, pelacur sekalipun, misalnya. Jika Allah menghendaki, mereka bisa masuk syurga. Pun juga sebaliknya.

Kalaupun harus masuk neraka dengan ridha Allah Swt. Maka bara api neraka akan terasa dingin dan nikmat rasanya. Seperti halnya Rasulullah saw. Sewaktu Isra' wa Mi’raj, oleh Malaikat Jibril diajak jalan-jalan ke neraka dengan ridha Allah Swt. Rasulullah saw tidak merasakan panasnya api neraka sama sekali.

Tentang nikmat Allah Swt yang diberikan kepada kita. Sangat banyak. Bahkan, tanpa kita minta pun, Allah Swt sudah memberikan semuanya. Saking banyaknya, kita tidak akan pernah mampu menghitungnya.

Sebagimana Firman Allah dalam Quran:

“Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tak dapat menghitung jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. An-Nahl: 18)

Tentang rizki. Sebenarnya Allah memberikan rizki kepada hambaNya dengan ukuran yang pas. Tidak lebih dan tidak kurang.

Sebagaimana Firman Allah Swt. dalam Quran:

“Dan Allah melebihkan sebahagian kalian dari sebagian yang lain dalam hal rezeki” (An-Nahl: 71).

“Dan jikalau Allah melapangkan rezki kepada hamba-hamba-Nya tentulah mereka akan melampaui batas di muka bumi, tetapi Allah menurunkan apa yang dikehendaki-Nya dengan ukuran. Sesungguhnya dia Maha mengetahui (keadaan) hamba-hamba-Nya lagi Maha Melihat“.  (Surat Asy-Syura: 27)

Itulah hasil perenungan saya. Setidaknya uraian saya di atas, bisa saya jadikan sebagai bahan untuk muhasabah diri.

***

Saya sangat penasaran dengan syair indah yang dikutip oleh teman baik saya itu. Untuk menenuhi dahaga saya akan ilmu. Saya coba tanya kepada Mbah Google. Dalam hitungan detik, pertanyaan yang menggelayut di benak saya terjawab sudah.

Ternyata syair indah itu adalah karya seorang Sufi bernama Rabiah al Adawiyah.

Penasaran siapa sebenarnya Rabiah al Adawiyah. Saya coba cari lagi di Google. Ketemu.

Berikut saya kutipkan siapa sebenarnya Rabiah al Adawiyah itu.

Siti Rabiah Adawiyah lahir di Basra pada 105 AH dan meninggal pada 185 H. Siti Rabiah Al Adawiyah adalah salah satu wanita Sufi yang mengabdikan seluruh hidupnya hanya untuk menyembah Allah.

Perempuan jelata yang jalan hidupnya tidak seperti wanita pada umumnya, mereka terisolasi di dunia mistik yang jauh dari hal-hal duniawi.

Tidak ada yang lebih dia cintai di dunia ini selain cintanya kepada Allah. Hidupnya sepertinya hanya untuk  Allah, tidak ada tujuan lain selain itu.

Rabiah pernah memproklamasikan bentuk penyerahan diri kepada Allah, ketulusan ibadahnya kepada Allah dalam beberapa syairnya.

"Jika aku menyembah Engkau karena takut api api-Mu, maka bakarlah aku di dalamnya. Dan jika aku menyembah Engkau karena menantikan surga-Mu, maka peluklah aku dari sana. Tetapi jika aku menyembah-Mu karena cintaku pada-Mu, maka beri aku pahala yang besar, berikan aku sekilas keagungan dan keagungan-Mu." (Rabiah Al Adawiyah). http://kumpulanartikelbaru.blogspot.com/

Dan syair-syair itu dinyayikan oleh Rafli dengan tajuk “Doa”. Suaranya merdu. Syairnya sangat indah. Saya baru saja mengunduhnya. Dalam format mp3.

----

Simorejo & Kepohbaru, 12 Juni 2018

Comments

Post a Comment