Politisasi Salam Literasi

Oleh: Slamet Widodo 
(Guru Matematika MTs Negeri 3 Bojonegoro)
Sumber gambar dari google

Salam literasi. Salam itu indetik sekali dengan kegiatan baca-tulis. Biasanya pengucapannya diikuti dengan kode jari telunjuk dan jempol. Diacungkan secara bersamaan. Sehingga membentuk huruf L. Artinya literasi.

Namun kini, di masa-masa suhu politik di Indonesia semakin memanas. Salam itu memiliki makna lain. Bukan litersi lagi. Salam itu dipolitisisasi. Dijadikan kode salah satu calon peserta pemilu. 17 April 2019 mendatang.

Jadi, ketika kita foto menggunakan salam literasi dan dibarengi dengan kode L. Bisa dipastikan orang lain bakal menilai: kita dicap sebagai pendukung salah satu calon presiden dan wakil presiden.

Memang, di saat menjelang pemilu ini semua hal yang berbau angka menjadi sangat sensitif. Jadi harus hati-hati dalam menyebut angka. Apalagi menggunakan kode jari. Terlebih apabila kita sebagai ASN. Harus netral. Tak boleh terjun langsung dalam politik praktis. Jadi serba repot dan bingung sendiri. Solusinya: untuk sementara, puasa dulu, tak perlu mengucapkan salam literasi. Sampai pemilu usai.

Kondisi seperti ini, bukan hanya saya yang merasakannya. Tetapi juga teman saya. Rabu sore, 06 Maret 2019. Saya membaca statusnya Bu Emi Sudarwati. Beliau menuliskan kegalauan itu di beranda Facebook miliknya.

Begini tulisannya:

“Mau foto harus mikir. Jangan pakai gaya tangan gini atau gitu. Awas, ASN. Jangan foto sama itu, lagi nyaleg. 17 April, segeralah berlalu. Aamiin....”

Saya juga punya pengalaman persis seperti yang dituliskan Bu Emi.

Pada 20 Oktober 2018. Saat itu saya sedang mengikuti pelatihan menulis buku. Di Pusat Belajar Guru (PBG) Bojonegoro. Pematerinya Bu Emi.

Hari itu menjadi hari yang sangat mengesankan bagi saya. Betapa tidak, saya bisa ketemu dengan para penulis hebat dari Bojonegoro. Terutama bisa ketemu dengan Bu Emi. Yang sebelumnya, saya tahu nama beliau dari teman saya. Saya benar-benar penasaran. Ingin sekali ketemu dengan beliau. Alhamdulillah, akhirnya saya diizinkan bertemu pada hari itu.

Dari pertemuan itu pula, saya bisa kenal dengan guru hebat, Pak Miswadi. Dan juga Bu guru yang super keren, Bu Elfi Zulfrida. Serta guru-guru yang war biasyah. Sebab, sebagian dari mereka ada yang pernah terbang ke luar negeri. Jepang, Belanda dan lain-lain. Pokoknya keren-keren.

Sebelum acara dimulai. Saya sempatkan untuk membeli bukunya Bu Emi. Kemudian saya sempatkan untuk foto-foto dengan beliau dengan membawa buku baru itu. Dan juga dengan Bu Elfi serta Pak Mis.

Karena acaranya adalah litetasi. Tentu saja, dalam sesi foto tersebut kami semua menggunakan salam literasi. Kemudian hasil foto itu saya share di story Whatsapp saya.

Eh, ndilalah. Tak berselang lama, saya mendapatkan sebuah pesan dari seorang teman. Isinya mengapresiasi foto saya. Katanya: terimakasih sudah mendukung calon ini.

Hem... Lah dalah. Kok jadi ambigu ya. Saya berusaha menjelaskan panjang lebar. Ia tetap bersikukuh dengan pendapatnya. E, ya sudahlah.

Semoga saja bulan April segera datang dan berlalu. Biar semua ketegangan dan panas-panasan ini segera berakhir.

Siapapun pilihan Anda saat pemilu nanti. Kita harus tetap menulis.

----
Kepohbaru – Simorejo, 07 Maret 2019

Comments