BERKARYA UNTUK "MENGABADIKAN" DIRI


Oleh: Slamet Widodo
(Guru Matematika MTs Negeri 3 Bojonegoro)


Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

“Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya”

Saya suka sekali dengan hadits ini. Bahkan saya jadikan moto hidup.

Kita harus menyadari bahwa kita hidup di dunia ini hanya sekali. Dan hanya sekitar 60 sampai 70 tahun. Tak banyak yang lebih dari angka itu.

Sebagaimana sabda Nabi Saw.

“Usia umatku antara 60 sampai 70 tahun. Sedikit yang melampaui usia itu” (HR. Tirmidzi).

Oleh sebab itu, kita harus bisa manfaatkan hidup yang singkat ini sebaik mungkin. Dan sebisa mungkin agar bermanfaat bagi manusia lainnya.

Saya teringat nasehat yang disampaikan Pak Agus Riyadi, guru fikih saya sewaktu masih duduk di bangku MTs (setara dengan SMP). “Ketika manusia meninggal dunia, salah satu yang hilang dari dirinya adalah namanya. Akan berganti menjadi jenazah. Sehari setelahnya nama orang itu akan kembali. Namun ada tambahan gelar ‘Al-marhum’ di depan namanya.”

Nasehat itu disampaikan saat acara tahlil dan doa bersama mengenang 40 hari wafatnya Al-Marhum Mbah Yai Nursyam Syahid. Salah satu tokoh pendiri Yayasan Pendidikan Bahrul Ulum Kepohbaru Bojonegoro.

Mbah Yai Nursyam, begitu biasa kami menyapa beliau, jasanya pada dunia pendidikan, terutama pendidikan agama di Kecamatan Kepohbaru dan sekitarnya, cukup besar. Salah satu buktinya adalah lembaga pendidikan RA, MI, MTsN Kepohbaru dan MA Bahrul Ulum Kepohbaru masih berdiri tegak hingga kini. Bahkan mengalami kemajuan yang cukup pesat.

Semua orang mengakui akan jasa dan ketokohan Mbah Yai. Santri dan muridnya cukup banyak, ribuan. Telah menyebar ke seluruh Indonesia bahkan luar negeri.

Itu semua tak lepas dari keihlasan dan kegigihan Mbah Yai dalam berjuang tak kenal lelah di masanya. Berkat jasanya, kini ribuan umat bisa merasakan manisnya ilmu. Lalu, berapa banyak pahala yang yang didapat Mbah Yai? Tentunya banyak sekali. Selain itu, nama Mbah Yai Nursyam Syahid akan dikenang sepanjang masa. Wallahu a’lam.

Saya teringat sebuah kata bijak. Pesan ini sering disampaikan Ustadz M. Husnaini, seorang penulis dari Lamongan yang saat ini menenpuh doktoral di Malaysia.

“Hidup menulis, mati ditulis.”

Ungkapan itu sangat pas dengan apa yang telah dilakukan Mbah Yai semasa hidupnya.

Sekelumit kisah Mbah Yai Nursyam itu patut untuk kita jadikan teladan. Kita pun bisa mencontohnya. Kita harus berbuat yang bermanfaat bagi orang lain. Sesuai dengan profesi kita masing-masing.

Saya teringat pesan Bu Emi Sudarwati, Guru Bahasa Jawa SMPN 1 Baureno, dan juga penulis ternama ini.

“Apa pun profesimu, menulislah!”

Pesan ini singkat. Namun penuh makna. Mari kita renungkan bersama.

---

Kepohbaru, 06-07-2019

Comments