LUPA MEMBAWA BERKAH UNTUK MUHASABAH


Oleh: Slamet Widodo
(Guru Matematika MTs Negeri 3 Bojonegoro)

Hari ini, Jum’at Kliwon, 23 Agustus 2019 saya benar-benar mendapat pelajaran hidup yang luar biasa. 

Kisah ini berawal, seminggu yang lalu. Saya ngobrol dengan teman seperjuangan saya. Sebut saja namanya Lek Ustaz. Sengaja tidak saya sebutkan nama. 

Kala itu ia curhat kepada saya. Dalam tiga Jum’at berturut-turut, ia membaca khutbah di masjid tempat saya dilahirkan. 

Jumat pertama, ia membaca khutbah, memang sesuai dengan jadwal yang ia miliki. 

Jum’at kedua, ia menggantikan khatib yang berhalangan hadir, karena sakit yang dirawat di rumah sakit beberapa hari. 

Jum’at ketiga, menggantikan jadwal khutbah, seseorang yang mendapat tugas dinas dari pemerintah, di luar daerah. Sehingga tidak memungkinkan untuk mengisi khutbah di masjid ini. 

Nah, untuk yang ketiga ini, sampai saat ini, belum ada gantinya. Sebenarnya takmir masjid sudah mengambil langkah untuk mencari pengganti. Namun belum dapat. Belum ada yang mau. 

Berawal dari sini, Lek Ustaz bercerita kepada saya. Katanya ia punya rasa tidak enak dengan jamaah. Masa, tiap Jumat kok dirinya terus yang membaca khutbah. Seperti dimonopoli. “Kayak nggak ada orang pinter selain saya. Padahal orang-orang pinter di sini juga banyak,” katanya. 

Mendengar curhatan itu, lalu saya menyanggupi untuk mengisi khutbah menggantikan teman yang tugas dinas luar daerah tadi. 

Jadwalnya hari ini. Jumat Kliwon. Saya juga punya jadwal sendiri. Jum’at Legi. 

Entah-lah, saya benar-benar lupa jika hari ini saya mendapat giliran membaca khotbah. Lek Ustaz, setiap kali hadir di majlis tahlil juga ketemu saya. Namun tidak mengingatkan. 

Biasanya, kalu saya punya jadwal membaca khotbah, dua atau tiga hari sebelumnya, materi sudah saya siapkan. Biasanya saya mencari materi di internet. Atau, kalau tidak begitu, saya bikin sendiri. Tema, saya sesuaikan dengan kondisi lingkungan dan informasi yang sedang berkembang. Biar kekinian. Dan jamaah tidak bosan. 

Sementara untuk hari ini, tidak saya siapkan sama sekali. Ya, memang karena benar-benar lupa. 

Karena merasa tidak punya jadwal. Akhirnya saya pulang dari sekolahan, ya santai saja. Kayak orang nggak punya salah, gitu. Hehehe.

Setibanya di rumah. Seperti biasa, sebelum berangkat menunaikan salat Jumat, saya bersih diri.

Entah-lah, saat bersih diri itu, ada hal lain yang tak bisa saya tinggalkan. Dan harus saya tunaikan. Jadi membutuhkan waktu cukup lama. Niat saya, berangkat ke masjid agak telat. Ya, karena merasa ndak punya jadwal. 

Setelah tertunai, saya bergegas ganti baju dan sarung. Saya buka HP untuk melihat jadwal salat melalui aplikasi. 

Waktu Zuhur kurang dua menit. 

Saya segera berangkat ke masjid yang jaraknya hanya beberapa langkah dari rumah. 

Saat memasuki masjid. Saya mendapati seorang pengurus takmir berdiri di pintu serambi. Lalu menyalami saya. 

Selain itu, seorang muazin yang duduk di barisan belakang segera berdiri melihat kedatangan saya. Kemudian maju beberapa langkah ke saf depan untuk mengumandangkan azan. Semua jamaah melihat ke belakang. Sepertinya mereka semua menunggu kedatangan saya. 

Namun lagi-lagi, saya tak menyadari jika sayalah yang mereka tunggu.

Sebelum azan, saya mengambil posisi di samping Lek Ustaz yang duduk di saf tengah, untuk menunaikan salat sunah tahiyatal masjid. 

Selepas salam. Saya tanya ke Lek Ustaz. 

“Jadwal sampeyan?”

“Mboten to. Terose Sampeyan hari ini siap?” (Bukan. Katanya Anda hari ini siap?)

“Loh? Saya kok ndak menyiapkan materi. Sampeyan menyiapkan materi?”

“Mboten.” (Tidak) 

“Minta tolong, sampeyan lihat, di mimbar ada kitab khutbah atau tidak?” pinta saya. 

Bersamaan dengan Lek Ustaz ke depan untuk mengecek, adakah kitab khutbah di mimbar.

Saya langsung bergegas pulang. Mengambil kitab khutbah. Sementara itu muazin masih mengumandangkan azan. 

Saya mengambil kitab khutbah bahasa Jawa, karya Ust. Abd. Rozzaq Zuhdi. Diterbitkan Penerbit “Al-Miftah” Surabaya. Cetakan tahun 2001. Kitabnya kecil. Kertasnya sudah usang. Karena dimakan usia. Kitab ini saya taruh di atas sound bersama tumpukan buku-buku lainnya. 

Sambil jalan menuju masjid. Saya buka kitab itu untuk mencari materi yang pas untuk saya baca nanti. 

Sekali buka, saya menemukan sebuah judul “Mensyukuri nikmat kemerdekaan”. Lalu saya lipat halaman tersebut untuk menandai.

Saat saya masuk masjid, muazin selesai mengumandangkan azan. Dan mengajak jamaah untuk salat sunat. 

Biidznillah, salat Jumat berjalan dengan lancar. Saya membaca khotbah bahasa jawa dengan tema kemerdekaan. 

**** 

Dari sini saya bisa merasakan dan tersadar, betapa semua ketentuan Allah swt. begitu indah dan sangat baik bagi hambaNya. 

Betapa tidak. Saya sama sekali tidak punya persiapan untuk membaca khotbah hari ini. 

Namun, saat mengambil kitab khotbah. Materi yang saya baca bertema peringatan kemerdekaan. Pas banget dengan situasi saat ini. Kita sebagai warga negara Indonesia sedang merayakan kemerdekaan yang ke-74.

Saya benar-benar sadar, bahwa semua ini pasti karena campur tangan Allah yang Maha Profesional.

Lho kok baru sadar? Apa selama ini tidak menyadari bahwa semua yang terjadi pada diri manusia atas kehendak Allah? 

Ya, diakui atau tidak. Kita sebagai manusia biasa, sering lalai dan kurang, bahkan tidak bersyukur atas nikmat Allah yang kita terima. 

Sebab saking banyaknya nikmat yang kita terima. Dan kita terbiasa mendapatkan kenikmatan yang melimpah. Sehingga kita lupa bersyukur. 

Coba saja, kenikmatan yang kita terima ini sedikit dikurangi. Pasti kita akan berkeluh kesah. Kita akan bilang bahwa Allah Swt tak lagi sayang kepada kita. 

Ah, dasar manusia. 

----

Bulu Simorejo, 23 Agustus 2019

Comments