BELAJAR SEMANGAT DARI GERAK JALAN


Oleh: Slamet Widodo 
(Guru Matematika MTs Negeri 3 Bojonegoro)


Setiap tahun, di bulan Agustus pasti kita jumpai berbagai macam lomba untuk memperingati Hari Ulang Tahun (HUT) Kemerdekaan RI. Mulai dari tingkat RT sampai tingkat kabupaten bahkan provinsi. Jenis lombanya macam-macam. Salah satunya gerak jalan.

Entah mengapa saya kok tertarik untuk mengulas lomba jelong-jelong sambil baris ini.

Ya, memang, di kecamatan Kepohbaru baru-baru ini telah diadakan lomba gerak jalan. Mulai dari tingkat SD, SMP, SMA, instansi dan umum.

Lomba gerak jalan itu dilaksanakan selama dua hari berturut-turut, 20 dan 21 Agustus 2019.

Untuk tingkat instansi dan umum, baru selesai diadakan siang tadi, (21 Agustus 2019).

Saya, istri dan anak pertama kami, Saniyyatuz Zuhro kelas 6 MI Islamiyah Kepoh, Kepohbaru, juga turut berpartisipasi.

Dalam perjalanan gerak jalan tadi, saya sempat merenung. Mengapa diadakan gerak jalan? Tujuannya apa dan kapan gerak jalan ini pertama kali diadakan?

Padahal dibutuhkan fisik yang kuat dalam mengikuti lomba gerak jalan ini. Sebab, setiap tim diharuskan berjalan membentuk barisan menempuh jarak yang berkilo-kilo. Jika fisiknya tak kuat, dijamin bakal tumbang di tengah perjalanan. Bahkan sampai sakit dan muntah-muntah.

Meski berat dan tentunya capai (capek), namun banyak juga peminatnya.

Malam ini, untuk mengobati rasa penasaran saya. Saya coba googling tentang sejarah gerak jalan. Ketemu.

Berikut saya kutipkan artikel dari situs terasjatim.com

***

Banyak ditulis, bahwa sejarah pelaksanaan gerak jalan ini di awali pada tahun 1955 hingga 1958, dengan rute Surabaya - Pandaan. Hal ini dimaksudkan untuk mengenang pertahanan sektor selatan Kali Brantas yang dikenal sebagai Batalyon Cipto dan Abdulah.

Kemudian pada tahun 1959 hingga 1964, rute dialihkan ke Mojokerto - Surabaya untuk mengenang sektor barat yang dikenal sebagai pertahanan Batalyon Laskar Hisbullah, Tentara Pelajar, Polisi Istimewa, Batalyon Mansyur, Sholikin dan Munasir, serta Djarot Subiantoro, yang dikenang sekarang dengan monumen Mayangkara di jalan layang Mayangkara Wonokromo.

Namun sejarah perjalanan gerak jalan ini mengalami hambatan ketika terjadi pemberontakan G-30-S PKI tahun 1965 lalu. Selama 2 tahun, acara ini terhenti dan baru pada tahun 1968 hingga 1996 kegiatan ini dihadirkan kembali.

Acara yang digemari masyarakat dari berbagai kalangan ini, sempat dihentikan mulai tahun 1997 hingga 2005, karena alasan politik di dalam negeri yang saat itu dianggap sedang labil.

***

Nah, sudah sangat jelas. Ternyata, tujuan dari gerak jalan adalah napak tilas. Mengenang dan merasakan beratnya perjalanan para pejuang. Menyurusi jalan dengan medan yang sangat berat menuju medan berperang untuk melawan penjajah. Demi merebut kemerdekaan.

Lah kok, sekarang peserta gerak jalan yang tinggal jalan menempuh jarak beberapa kilo meter saja, malah naik mobil.

Dulu para pejuang, saat berjalan sambil menenteng senjata. Bajunya lusuh. Badannya penuh peluh. Mereka siap perang dan rela mati. Asal generasi setelah mereka bisa hidup merdeka dan layak.

Kalu sekarang, kita hanya jalan. Sambil nyanyi-nyanyi. Sorak-sorak. Pakaiannya bagus-bagus. Macaknya cantik-cantik, Seksi-seksi. Yang cowok cakep-cakep. Weh, lah dalah, tibaknya di perjalan gandol mobil. E ya mbuh lah...

Ternyata kita kurang bisa bersyukur...

Hehehe....

Kepoh, Kepohbaru, 21 Agustus 2019

Comments